Menjaga lingkungan yang sehat dalam Industri Pertanian dan Peternakan bukanlah hal yang mudah. Praktik peternakan yang tidak higienis dapat menyebabkan wabah penyakit serta kontaminasi makanan oleh jamur, bakteri, virus, ektoparasit, dan endoparasit.
Untuk mencegah risiko tersebut, peternakan perlu menjaga kondisi Biosekuriti yang baik. Biosekuriti merupakan konsep penting yang mencakup kebijakan dan regulasi dalam melindungi sektor pertanian, pangan, dan lingkungan.
Bagaimana Pandangan Dunia terhadap Biosekuriti Berkembang
Beberapa tahun terakhir, wabah pandemi telah meningkatkan kesadaran dunia akan pentingnya Biosekuriti. Terutama dengan munculnya wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menyerang ternak di 23 provinsi di Indonesia. Indonesia mengalami kerugian sebesar US$1,37 miliar pada tahun 2022 akibat penyakit ini.
Dalam upaya menekan penyebaran penyakit ini, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mulai mengatur lalu lintas hewan yang berisiko terkontaminasi, dengan memasukkan Biosekuriti sebagai salah satu persyaratan.
Terdapat tiga tahap utama dalam penerapan Biosekuriti: Isolasi, Pengendalian Lalu Lintas, dan Sanitasi. Selain itu, penerapan Biosekuriti 3-Zona juga diperlukan.
- Zona Merah mencakup semua area di luar peternakan yang memiliki risiko tinggi terhadap kontaminasi, termasuk manusia dan barang yang mereka bawa.
- Zona Kuning merupakan area transisi yang berfungsi sebagai penyangga antara zona berisiko tinggi dengan zona produksi.
- Zona Hijau adalah area bersih tempat produksi berlangsung. Hanya personel yang berwenang yang dapat memasuki zona ini, serta harus mensterilkan alat yang digunakan saat berada di dalamnya.
Idealnya, Biosekuriti perlu diterapkan setiap saat. Selama terjadi wabah penyakit, Biosekuriti dapat berfungsi sebagai pencegahan sekaligus pengurangan penyebaran penyakit.
Meskipun penerapan rencana manajemen Biosekuriti masih bersifat sukarela, memiliki sistem ini akan secara signifikan meningkatkan kesehatan hewan, yang pada akhirnya menghasilkan kualitas produk terbaik.