Dengan luas wilayah laut mencapai 5,8 juta kilometer persegi, Indonesia memiliki potensi luar biasa untuk menjadi pemain utama dalam industri akuakultur global. Salah satu komoditas unggulan adalah budidaya udang, yang menyumbang sekitar 35% dari nilai ekspor akuakultur Indonesia. Sebagai produsen udang terbesar ketiga di dunia, industri ini diproyeksikan tumbuh sebesar 8% setiap tahunnya. Untuk mencapai ambisi menjadi produsen udang nomor satu di dunia, adopsi teknologi modern seperti sistem pemberian pakan otomatis, peralatan aerasi, dan alat pemantau indikator kinerja utama (KPI) menjadi sangat penting untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas produksi.

Namun, data terbaru tahun 2025 menunjukkan bahwa sektor perikanan menghadapi tantangan besar. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan produksi perikanan sebesar 24,58 juta ton—penurunan signifikan dari target sebelumnya pada tahun 2024 yang mencapai 30,58 juta ton. Di sisi lain, target ekspor hasil perikanan tetap optimis dengan proyeksi mencapai USD 6,25 miliar. Hal ini mencerminkan upaya pemerintah untuk terus memperkuat sektor akuakultur di tengah tantangan ekonomi yang kompleks.

Tantangan Baru dalam Industri Akuakultur

Sejak tahun 2022, pemerintah telah meluncurkan program Kampung Perikanan Budidaya untuk mengembangkan kawasan budidaya terpadu. Inisiatif ini bertujuan meningkatkan produksi ekspor, memperkuat ketahanan pangan nasional, serta menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat pesisir. Program ini juga mendukung pemulihan ekonomi nasional sekaligus menjawab permintaan global yang terus meningkat.

Para ahli akuakultur Bahtera menegaskan bahwa keberhasilan program visioner ini sangat bergantung pada tiga faktor utama:

  1. Keberlanjutan Lingkungan
    Praktik budidaya harus menjaga keseimbangan ekosistem laut dan pesisir.
  2. Pengembangan Infrastruktur
    Akses terhadap listrik, teknologi modern, dan fasilitas pendukung lainnya sangat krusial.
  3. Sumber Daya Manusia yang Terampil
    Pelatihan dan pengembangan kapasitas masyarakat pesisir perlu menjadi prioritas untuk mendorong produktivitas dan profesionalisme di sektor ini.

Namun, tantangan struktural masih perlu diatasi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada tahun 2024, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sektor perikanan hanya mencapai 0,68%—penurunan signifikan dibandingkan 5,49% pada tahun sebelumnya. Kondisi ini menegaskan pentingnya inovasi dan strategi baru dalam mendorong pertumbuhan industri akuakultur Indonesia.

Pentingnya Kualitas Air dalam Budidaya yang Berkelanjutan

Salah satu kunci praktik akuakultur berkelanjutan adalah menjaga kualitas air. Solusi desinfeksi yang andal sangat penting dalam menciptakan lingkungan budidaya yang sehat. Dalam hal ini, Peracetic Acid dari Stockmeier menjadi solusi inovatif yang efektif sekaligus ramah lingkungan.

Keunggulan utama Stockmeier Peracetic Acid:

  • Efektif melawan berbagai jenis mikroorganisme, bahkan dalam konsentrasi dan suhu rendah.
  • Ramah lingkungan karena terurai menjadi oksigen setelah digunakan.

Dengan penggunaan teknologi ini, lingkungan budidaya dapat tetap bersih, aman, dan berkontribusi pada keberlanjutan sektor akuakultur.

Mendorong Keberlanjutan ke Depan

Potensi besar datang dengan tanggung jawab yang besar pula. Tahun 2025 menjadi titik penting bagi Indonesia untuk menunjukkan kepemimpinan global dalam industri akuakultur. Pendekatan ekonomi biru—yang menyeimbangkan eksploitasi sumber daya laut dengan keberlanjutan ekosistem—dapat menjadi kunci menuju keberhasilan jangka panjang.

Melalui kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat pesisir, Indonesia berpeluang tidak hanya meningkatkan kapasitas produksi tetapi juga menjaga keberlanjutan ekosistem laut bagi generasi mendatang. Infrastruktur modern, inovasi teknologi, dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia akan menjadi fondasi utama untuk mencapai visi tersebut.

Sedang mencari solusi akuakultur ? Klik di sini sekarang!